Siapa tak kenal dengan sosok Emha
Ainun najib? Legenda yang akrab dengan panggilan Cak Nun ini akan turut
memeriahkan festival TealBoto yng akan diselenggarakan Universitas Jember pada
bulan November mendatang. Sungguh penghormatan yang sangat luar biasa, seorang
seniman terkemuka mau datang dalam acara ini. Tak etis rasanya jika kita belum
mengetauhi profil dari sang seniman dan intelektual yang berkenan memeriahkan peringatan Dies
natalies UJ yang k 49 ini.
Muhammad Ainun Nadjib atau yang biasa di
kenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun(lahir di Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953; umur 60 tahun) adalah seorang tokoh intelektual yang
mengusung napas Islami di Indonesia. Ia merupakan anak keempat dari 15 bersaudara.
Pendidikan formalnya hanya berakhir di Semester 1 Fakultas EkonomiUniversitas Gadjah
Mada (UGM).
Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern
Darussalam Gontor karena melakukan ‘demo’ melawan pimpinan pondok karena
sistem pondok yang kurang baik pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian
pindah keYogya dan tamat SMA Muhammadiyah I.
Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta
penyanyi.
Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan
melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensialitas rakyat. Di samping
aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang Bulan, ia
juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10-15 kali per bulan bersama Gamelan Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40-50 acara massal yang umumnya
dilakukan di area luar gedung. Selain itu ia juga menyelenggarakan acara-acara bersama Jamaah Maiyah Kenduri Cinta sejak
tahun 1990-an yang dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki.
Kenduri Cinta adalah salah satu forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang
dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian
lintas gender, yang diadakan di Jakarta setiap satu bulan sekali dan sudah
beralngsung lebih dari 10 tahun.
Memacu
kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halim HD, jaringan
kesenian melalui Sanggar Bambu, aktif di Teater Dinasti dan
menghasilkan repertoar serta pementasan drama. Beberapa karyanya:
·
Geger
Wong Ngoyak Macan (1989,
tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto),
·
Patung
Kekasih (1989,
tentang pengkultusan),
·
Keajaiban
Lik Par (1980,
tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
·
Mas
Dukun (1982,
tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
·
Kemudian
bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990,
di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton
di alun-alun madiun),
·
Lautan
Jilbab (1990,
dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
·
Kiai
Sableng dan Baginda Faruq (1993).
·
Juga
mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang
digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku
diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak
Kanjeng, serta Duta Dari Masa Depan.
·
Dan
yang terbaru adalah pementasan teater Tikungan Iblis yang
diadakan di Yogyakarta dan Jakarta bersama Teater Dinasti
·
Teater
Nabi Darurat Rasul AdHoc bersama Teater Perdikan dan Letto yang
menggambarkan betapa rusaknya manusia Indonesia sehingga hanya manusia sekelas
Nabi yang bisa membenahinya (2012)
Cak nun selain piawai memainkan
teater, film dan puisi juga piawai dalam menulis essay. Ini terbukti dari
banyaknya buku essay yang di buatnya. Buku-buku
esainya tak kurang dari 30 antara lain yang terbaru dari tahun 2000 hingga
sekarang yaitu:
·
Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
·
Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
·
Menelusuri Titik Keimanan (2001),
·
Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
·
Segitiga Cinta (2001),
·
Kitab Ketentraman (2001),
·
Trilogi Kumpulan Puisi (2001),
·
Tahajjud Cinta (2003),
·
Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003),
·
Folklore Madura (Agustus 2005,
Yogyakarta: Penerbit Progress),
·
Puasa Itu Puasa (Agustus 2005,
Yogyakarta: Penerbit Progress),
·
Syair-Syair Asmaul Husna (Agustus 2005,
Yogyakarta; Penerbit Progress)
·
Kafir Liberal (Cet. II, April 2006,
Yogyakarta: Penerbit Progress),
·
Kerajaan Indonesia (Agustus 2006,
Yogyakarta; Penerbit Progress),
·
Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni
2006; Penerbit Kompas),
·
Istriku Seribu (Desember 2006,
Yogyakarta; Penerbit Progress),
·
Orang Maiyah (Januari 2007, Yogyakarta;
Penerbit Progress,),
·
Tidak. Jibril Tidak Pensiun (Juli 2007,
Yogyakarta: Penerbit Progress),
·
Kagum Pada Orang Indonesia (Januari
2008, Yogyakarta; Penerbit Progress),
· Dari Pojok Sejarah; Renungan Perjalanan
Emha Ainun Nadjib (Mei 2008, Yogyakarta: Penerbit Progress)
·
DEMOKRASI La Raiba Fih(cet ketiga, Mei
2010, Jakarta: Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar